Tampayang !!!
Satu lagi cerita yang mungkin bisa memberi inspirasi bagi seorang muslim akan pentingnya saling tolong menolong dan berbagi antar sesama muslim. Semoga cerita singkat ini bermanfaat bagi semuanya.
"Yah rese deh, kena lampu merah lagi...!" Belum dua menit yang lalu kena lampu merah, kini aku lagi-lagi harus menginjak rem motor untuk menyambut si bohlam bulat merah. Desah kesal menghiasi telingaku saat ini. Apalagi saat kulihat beberapa motor dengan enaknya melanjutkan perjalanan, mentang-mentang tak ada polisi berjaga di sana.
Sambil melihat ulah anak-anak kecil menunggu receh dari para pengendara mobil didepanku, pandanganku tertumbuk pada sesosok bapak yang menjajakan sebuah gambar berukuran sedang dan sebuah hiasan meja. Oh! Gambar berpigura yang diapit tangan kanan itu ternyata gambar Yesus, dan hiasan meja yang digenggam tangan kiri adalah salib.
Ah.. biasa saja. Mau jual apapun, itu hak siapa saja. Namun, rasa kagetku muncul saat melihat bapak penjaja itu memakai peci haji!
Loh,gimana sih?!!
Si bapak kini mendekati aku, Kubuka helm yang sedari tadi melindungi kepalaku. Aku penasaran betul, ingin berbicara barang sedikit dengan bapak itu.
"Malem Pak.. Wah,malam-malam begini, masih jualan juga Pak? Belum pulang?" tanyaku sambil tak lupa mengulum senyum manis.
"Belum mas....", jawab si bapak tak kalah ramah.
"Biasanya bapak pulang jam 11-an".
"Dagangannya laku berapa Pak hari ini?". Aku kembali bertanya, sambil melihat-lihat pigura bergambar Yesus dan hiasan salib keramik yang dibawanya. Si Bapak menjawab sambil mengangkat sedikit salib keramik itu.
"Yah, yang salib sih laku 1 biji. Yang gambar ini,belum laku mas. Mas mau beli?!!" Aku tersenyum getir,walau tetap berusaha tampil manis. "Hehe...saya... saya muslim Pak. Maaf yah...!!"
"Oh,mas muslim thoo... Waduh saya yang minta maaf nih, Hmm, saya juga muslim."" Hihi.. si bapak jadi salah tingkah begitu.
Heh? Bener dugaanku. Wah,Ada yang nggak bener neh.
"Bapak Muslim? Lalu... mm... kenapa bapak jualan beginian?" tanyaku dengan hati-hati.
"Ya.. sebenarnya bapak juga ndak suka, mas. Biasa mas, gara-gara urusan perut". jawab si bapak. I knew it !! Kulihat raut wajahnya kini agak "mendem". Waduh, jadi gak enak nih.
"Trus Pak... tadi bapak bilang, hari ini baru laku 1 biji. Trus berapa untungnya? Apa cukup keuntungan 1 dagangan itu untuk kebutuhan sehari, Pak?"
"Mm... sebenarnya, laku nggak laku nggak jadi soal mas. Setiap hari, asal saya mau menjajakan ini, saya dikasih 25 ribu. Kalau dagangannya laku, semua uangnya buat saya... Kalo ada yang bisa ngasih pekerjaan lebih baik, saya udah pasti ndak mau jalanin ini. Saya tahu ini nggak halal. Tapi... kalo gak begini, kami sekeluarga makan apa mas!" Aku masih terdiam. Sampai tak sadar bahwa mesin motorku mati, kalau saja bapak itu tidak mengingatkan.
"Tapi mas boleh percaya, saya tetap muslim, gusti Allah tetep Tuhan saya. Kalau ada kerjaan lain dan hasilnya cukup untuk keluarga, saya pasti gak jualan beginian¡¨.
"Iya Pak. Mm.. apa bapak belum pernah coba jualan yang lainnya, gitu?"
"Iya, pernah...jualan koran, makanan kecil dan rokok, tapi hasilnya gak cukup mas, buat makan aja kurang, apalagi bayar sekolah anak ... jauh lah ama yang sekarang ini mas....".
TIINN!!
TIIN !!
Pengemudi mobil di belakang sudah membunyikan klakson.Ternyata lampu merah sudah padam, sampai kendaraan di belakang saya ngomel-ngomel.
"Oke pak... makasih banyak yah.... maaf sebelumnya. Assalamu'alaikum!" Aku bergegas menarik gas motorku, melewati perempatan pramuka yang saat itu sudah mulai sepi.
Sepanjang perjalanan Rawasari - Sumur Batu, aku betul-betul gundah. Kurang ajar misionaris itu !! Umpatan demi umpatan silih berganti memenuhi relung hatiku saat itu. Tapi mendadak aku tersadar. Hey... ini bukan salah misionaris itu ! Mereka hanya memanfaatkan situasi yang ada ! Situasi dimana umat Islam kini sudah betul-betul lemah dalam hal ekonomi. Situasi di mana umat Islam tak lagi peduli pada saudara seagamanya yang dhu'afa. Situasi di mana Rasululah pernah ungkapkan 14 abad silam, bahwa umat Islam yang mayoritas, tak ubahnya seperti buih di lautan. Tak berkekuatan. Tak berwibawa. Tak bergigi. Tak berpengaruh. Antara ada-tiada. Innaa lillaah...
Apa yang bisa aku lakukan? Apa yang bisa aku sumbangkan? Apa yang bisa aku bantu? Lagi-lagi berondongan pertanyaan menghujani pikiranku.
Ahh... pusing...
Peristiwa itu ternyata betul-betul terlupakan... sampai tadi aku menyaksikan acara di sebuah televisi swasta, yang menayangkan profil kaum dhu'afa, seorang bapak penjual kerupuk. Mendadak aku teringat pada si bapak penjual hiasan di perempatan Pramuka. Apa kabarnya sekarang? Apakah di bulan Ramadhan ini beliau tetap berjualan seperti biasanya? Ah... ingin rasanya memacu motor bebekku menemuinya. Tapi hm... sudah malam.
Ya Allah, semoga ini adalah teguran darimu, betapa kesadaran kami akan pentingnya saling tolong menolong pada sesama saudara segama, masih belum terpatri dengan baik, masih belum menjadi hiasan akhlak kami dalam menapaki hidup ini.
Ya Rabb, berikanlah kami kekuatan, karuniakanlah kami kesadaran, sinarilah hati kami dengan pancaran kasih dan sayangMu, sehingga kami bisa berusaha semaksimal mungkin menyayangi dan mengasihi sesama kami.
Ya Rahmaan, yaa Rahiim.
Di luar sana banyak saudara-saudara kami yang mendapatkan nafkah melalui cara yang mungkin tidak Engkau ridhai, karena kondisi yang memaksa. Berilah mereka ampunan, berilah mereka hidayah, maafkanlah ketidaktahuan mereka, ya Rabb. Tuntunlah mereka menuju jalan yang Engkau ridhai, dan tuntunlah kami untuk membantu mereka.
------- ditulis oleh: Ahmad Syauqi untuk sebuah milis (sumber: milis)
Baca Selanjutnyya >>
Satu lagi cerita yang mungkin bisa memberi inspirasi bagi seorang muslim akan pentingnya saling tolong menolong dan berbagi antar sesama muslim. Semoga cerita singkat ini bermanfaat bagi semuanya.
***
"Yah rese deh, kena lampu merah lagi...!" Belum dua menit yang lalu kena lampu merah, kini aku lagi-lagi harus menginjak rem motor untuk menyambut si bohlam bulat merah. Desah kesal menghiasi telingaku saat ini. Apalagi saat kulihat beberapa motor dengan enaknya melanjutkan perjalanan, mentang-mentang tak ada polisi berjaga di sana.
Sambil melihat ulah anak-anak kecil menunggu receh dari para pengendara mobil didepanku, pandanganku tertumbuk pada sesosok bapak yang menjajakan sebuah gambar berukuran sedang dan sebuah hiasan meja. Oh! Gambar berpigura yang diapit tangan kanan itu ternyata gambar Yesus, dan hiasan meja yang digenggam tangan kiri adalah salib.
Ah.. biasa saja. Mau jual apapun, itu hak siapa saja. Namun, rasa kagetku muncul saat melihat bapak penjaja itu memakai peci haji!
Loh,gimana sih?!!
Si bapak kini mendekati aku, Kubuka helm yang sedari tadi melindungi kepalaku. Aku penasaran betul, ingin berbicara barang sedikit dengan bapak itu.
"Malem Pak.. Wah,malam-malam begini, masih jualan juga Pak? Belum pulang?" tanyaku sambil tak lupa mengulum senyum manis.
"Belum mas....", jawab si bapak tak kalah ramah.
"Biasanya bapak pulang jam 11-an".
"Dagangannya laku berapa Pak hari ini?". Aku kembali bertanya, sambil melihat-lihat pigura bergambar Yesus dan hiasan salib keramik yang dibawanya. Si Bapak menjawab sambil mengangkat sedikit salib keramik itu.
"Yah, yang salib sih laku 1 biji. Yang gambar ini,belum laku mas. Mas mau beli?!!" Aku tersenyum getir,walau tetap berusaha tampil manis. "Hehe...saya... saya muslim Pak. Maaf yah...!!"
"Oh,mas muslim thoo... Waduh saya yang minta maaf nih, Hmm, saya juga muslim."" Hihi.. si bapak jadi salah tingkah begitu.
Heh? Bener dugaanku. Wah,Ada yang nggak bener neh.
"Bapak Muslim? Lalu... mm... kenapa bapak jualan beginian?" tanyaku dengan hati-hati.
"Ya.. sebenarnya bapak juga ndak suka, mas. Biasa mas, gara-gara urusan perut". jawab si bapak. I knew it !! Kulihat raut wajahnya kini agak "mendem". Waduh, jadi gak enak nih.
"Trus Pak... tadi bapak bilang, hari ini baru laku 1 biji. Trus berapa untungnya? Apa cukup keuntungan 1 dagangan itu untuk kebutuhan sehari, Pak?"
"Mm... sebenarnya, laku nggak laku nggak jadi soal mas. Setiap hari, asal saya mau menjajakan ini, saya dikasih 25 ribu. Kalau dagangannya laku, semua uangnya buat saya... Kalo ada yang bisa ngasih pekerjaan lebih baik, saya udah pasti ndak mau jalanin ini. Saya tahu ini nggak halal. Tapi... kalo gak begini, kami sekeluarga makan apa mas!" Aku masih terdiam. Sampai tak sadar bahwa mesin motorku mati, kalau saja bapak itu tidak mengingatkan.
"Tapi mas boleh percaya, saya tetap muslim, gusti Allah tetep Tuhan saya. Kalau ada kerjaan lain dan hasilnya cukup untuk keluarga, saya pasti gak jualan beginian¡¨.
"Iya Pak. Mm.. apa bapak belum pernah coba jualan yang lainnya, gitu?"
"Iya, pernah...jualan koran, makanan kecil dan rokok, tapi hasilnya gak cukup mas, buat makan aja kurang, apalagi bayar sekolah anak ... jauh lah ama yang sekarang ini mas....".
TIINN!!
TIIN !!
Pengemudi mobil di belakang sudah membunyikan klakson.Ternyata lampu merah sudah padam, sampai kendaraan di belakang saya ngomel-ngomel.
"Oke pak... makasih banyak yah.... maaf sebelumnya. Assalamu'alaikum!" Aku bergegas menarik gas motorku, melewati perempatan pramuka yang saat itu sudah mulai sepi.
Sepanjang perjalanan Rawasari - Sumur Batu, aku betul-betul gundah. Kurang ajar misionaris itu !! Umpatan demi umpatan silih berganti memenuhi relung hatiku saat itu. Tapi mendadak aku tersadar. Hey... ini bukan salah misionaris itu ! Mereka hanya memanfaatkan situasi yang ada ! Situasi dimana umat Islam kini sudah betul-betul lemah dalam hal ekonomi. Situasi di mana umat Islam tak lagi peduli pada saudara seagamanya yang dhu'afa. Situasi di mana Rasululah pernah ungkapkan 14 abad silam, bahwa umat Islam yang mayoritas, tak ubahnya seperti buih di lautan. Tak berkekuatan. Tak berwibawa. Tak bergigi. Tak berpengaruh. Antara ada-tiada. Innaa lillaah...
Apa yang bisa aku lakukan? Apa yang bisa aku sumbangkan? Apa yang bisa aku bantu? Lagi-lagi berondongan pertanyaan menghujani pikiranku.
Ahh... pusing...
Peristiwa itu ternyata betul-betul terlupakan... sampai tadi aku menyaksikan acara di sebuah televisi swasta, yang menayangkan profil kaum dhu'afa, seorang bapak penjual kerupuk. Mendadak aku teringat pada si bapak penjual hiasan di perempatan Pramuka. Apa kabarnya sekarang? Apakah di bulan Ramadhan ini beliau tetap berjualan seperti biasanya? Ah... ingin rasanya memacu motor bebekku menemuinya. Tapi hm... sudah malam.
Ya Allah, semoga ini adalah teguran darimu, betapa kesadaran kami akan pentingnya saling tolong menolong pada sesama saudara segama, masih belum terpatri dengan baik, masih belum menjadi hiasan akhlak kami dalam menapaki hidup ini.
Ya Rabb, berikanlah kami kekuatan, karuniakanlah kami kesadaran, sinarilah hati kami dengan pancaran kasih dan sayangMu, sehingga kami bisa berusaha semaksimal mungkin menyayangi dan mengasihi sesama kami.
Ya Rahmaan, yaa Rahiim.
Di luar sana banyak saudara-saudara kami yang mendapatkan nafkah melalui cara yang mungkin tidak Engkau ridhai, karena kondisi yang memaksa. Berilah mereka ampunan, berilah mereka hidayah, maafkanlah ketidaktahuan mereka, ya Rabb. Tuntunlah mereka menuju jalan yang Engkau ridhai, dan tuntunlah kami untuk membantu mereka.
------- ditulis oleh: Ahmad Syauqi untuk sebuah milis (sumber: milis)