Selasa, 05 Juni 2012

Koleksi Peta Maluku Kuno (Tempoe Doloe)

Tahun 1616

Tahun 1630

Tahun 1706

Amboina (1700)

Amboina (1775)

Amboina (1854)


Amboina & P. Lease (1854)

Pulau Buru (1858)


Amboina (1924)

Amboina (1943)


Baca Selanjutnyya >>

Senin, 04 Juni 2012

Selayang Pandang "Mesjid Agung An'Nur Batumerah dan Mesjid Jami Ambon"


1.  MESJID AGUNG AN’NUR NEGERI HATUKAU (BATUMERAH)

Mesjid Agung An'Nur (1575)


Mesjid Agung An'Nur Negeri Hatukau (Batumerah) dibangun pada masa pemerintahan seorang kaya bernama "Ibrahim Safari Hatala" pada tahun 1575 M. Ukuran bangunan utama masjid saat itu hanya 10 x 15 M2  dengan arsitektur yang sangat sederhana, seolah rumah yang diberi cungkup pada kubahnya. Itupun berbentuk kerucut seperti piramida teriris. Pada mulanya mesjid ini didirikan hanya beratap rumbia, bertiang kayu, dengan lantai pasir putih yang diambil dari tepian pantai laut maluku.
Ketika pemerintahan di negeri hatukau (batumerah) beralih kepada Hasan Hatala yang kemudian bergelar “Patti Raja Hatala” pada tahun 1605 M, mesjid yang beratapkan rumbia ini dipugar bangunannya menjadi permanen dan beratapkan seng. Karena pengaruh perkembangan islam yang begitu cepat di wilayah itu maka penduduknya kian hari semakin bertambah. Melihat kemajuan islam yang begitu pesat, Raja Abdurrahman Hatala yang masih keturunan “Ibrahim Safari Hatala” memugarnya untuk yang kedua kalinya di tahun 1805 M. boleh dikatakan hampir semua penduduknya beragama islam sehingga mesjid tidak mampu lagi menampung para jamaahnya.

TEMPAT BUYA HAMKAH DAN BEY ARIFIN  MENGAJI
Karena kurang besarnya ruangan mesjid ini, maka Raja yang memerintah pada saat itu, yakni pada tahun 1924 M melakukan pemugaran lagi terhadap mesjid ini dengan tidak menghilangkan bentuk aslinya yang pertama. Raja yang  memerintah pada saat itu adalah Abdul Wahid Nurlette yang juga merupakan ulama terkenal di pulau ambon (Jazirah Leitimor dan Jazirah Leihitu) pada masanya.
Pada masa itulah “Buya Hamkah” seorang Ulama Nasional yang menjadi Ketua MUI pertama, dan “Bey Arifin” seorang Ulama kondang yang sangat di segani di Wilayah Jawa Timur, pernah belajar di Mesjid Agung An’Nur Desa Batumerah ini. Apa yang mendorong dua ulama besar itu datang belajar di mesjid ini di masa Pra Kebangkitan Nasional. Dimana Mereka pernah berkunjung ke Batumerah pada tahun 1939 dan kemudian tahun 1968.
Cat : dikutip dari Buku Karya Abdul Baqir Zain  “Mesjid-mesjid Bersejarah di Indonesia” tahun 1999
Mesjid Agung An'Nur (1980-an)


Hal ini menunjukan bahwa sejak dahulu dibangunnya mesjid ini, telah menjadi salah satu pusat belajar islam di wilayah maluku (Jazirah Al-Mulk). Hal ini didukung dengan direktori Departemen Agama RI yang memasukan Mesjid An’Nur Negeri Batumerah (Hatukau) sebagai salah satu Mesjid besar dan bersejarah di Indonesia.

 Mesjid Agung An'Nur (2010)

2.   SEJARAH SINGKAT “MESJID JAMI” AMBON

Mesjid Jami Ambon (1895)




Masjid yang berlokasi di kelurahan Silale Ambon ini didirikan pada tahun 1860 Masehi oleh H. Abdul Kadir Hatala, seorang Imam Besar di Kota Ambon diatas tanah wakafIbu Kharie. Pada tahun 1898 M, dilakukan perluasan masjid. Tahun 1933 ketika Kota Ambon dilanda Banjir Besar, Masjid ini mengalami kerusakan Berat dan tahun 1936 dilakukan renovasi besar dengan mendirikan bangunan yang lebih besar dan permanent. Pembangunan masjid ini selesai tahun 1940. Tahun 1942 terjadi musibah kebakaran disekitar masjid, namun masjid selamat dari amukan api. Pada waktu perang dunia ke dua tahun 1944 masjid ini menjadi sasaran bom sekutu, namun masjid ini tetap utuh dan selamat. Tahun 2004 masjid ini direnovasi dengan melakukn penggantian lantai masjid, atap, menara, dan juga kubah masjid, tanpa merubah bentuk aslinya.

 Mesjid Jami Ambon (2010)

Sumber: Direktori masjid Bersejarah Departemen Agama RI          
              Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam          
              Direktorat Urusan Agama Islam dan pembiaan Syari’ah          
              Jakarta tahun 2008
sampul buku
Baca Selanjutnyya >>

Minggu, 03 Juni 2012

My Edelweis

Edelweis dan Filosofi Hidupku.....

Edelweis (kadang ditulis eidelweis) atau Edelweis Jawa (Javanese edelweiss) juga dikenal sebagai Bunga Abadi yang mempunyai nama latin Anaphalis javanica, adalah tumbuhan endemik zona alpina/montana di berbagai pegunungan tinggi Indonesia. Tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian maksimal 8 m dengan batang mencapai sebesar kaki manusia walaupun umumnya tidak melebihi 1 m. Beragam istilah muncul untuk menyebut nama tanaman eksotis ini. Ada yang menyebut sebagai bunga keabadian, ketulusan dan perjuangan, dan masih banyak lagi intepretasi yang lain. Disebut bungan keabadian, karena bunganya yang terus awet dan berada dipuncak gunung sebagai simbol keabadian. Lambang ketulusan, karena Edelweis tumbuh di daerah yang khusus dan ekstrem, sehingga seolah menerima keadaan apa adanya tanpa menuntut kondisi yang mengenakan. Bunga ini juga mengandung arti sebagai lambang perjuangan, karena bunga ini tumbuh ditempat yang tandus, dingin, miskin unsur hara dan untuk mendapatkannya harus bersusah payah mendaki gunung.
Edelweis juga melambangkan pengorbanan. Karena bunga ini hanya tumbuh di puncak-puncak atau lereng-lereng gunung yang tinggi sehingga untuk mendapatkannya membutuhkan perjuangan yang amat berat. 
Meskipun dipetik bunga ini tidak akan berubah bentuk dan warnanya, selama disimpan di tempat yang kering dengan suhu ruangan. Oleh karena itu edelweis adalah bunga keabadian. Bunga yang membuat cinta akan tetap abadi!
Aku pernah mendaki beberapa gunung-gunung tinggi di Indonesia. Mendapatkan setangkai Edelweis kuanggap seperti hadiah istimewa bagiku. Edelweis selalu berada di dataran yang tinggi dan kadang tersembunyi di lereng-lereng bukit hingga ke batas vegetasi. Wangi edelweis begitu khas, bahkan wanginya bisa tercium walau kita sembunyikan di dalam ransel yang tertutup rapat.
Itulah yang menjadikan bunga ini begitu istimewa bagiku dan kujadikan sebagai satu-satunya bunga yang aku sukai. Aku ingin menjadikan karakter "edelweis" menjadi filosofi hidupku. Aku ingin tetap "hidup "dimanapun aku berada,,, tetap tegar di kondisi apapun, setulus hati dalam berbagi dan berkarya, tetap sabar dan bersyukur atas segala yang dihadapi, tak akan memudar ataupun  melayu dan tetap mewangi di sepanjang waktu,,,
Memang kusadari hidup manusia itu tak akan pernah abadi, usia jua yang akan membatasi dan keabadian itu hanya milik Yang Maha Kuasa. Tapi sepanjang Allah SWT masih memberi kesempatanku untuk tetap hidup, aku akan benar-benar hidup,,,

My Hope,,,,


Ambon, 04 Juni 2012

By. Ephen

Baca Selanjutnyya >>