Rabu, 08 Agustus 2012

Jihad Dengan Bahasa Indonesia



Sebagian besar kosakata bahasa Indonesia sekarang ini berasal dari bahasa Melayu dulu yang telah berproses sejak ratusan tahun yang lalu. Dua kalimat bahasa Melayu yang diketahui digunakan pada abad ke-15 ini menjadi contoh, yaitu apenamaito dan sudan macan? Kita akan kesulitan untuk memahami kedua kalimat ini, tapi akan mudah jika dipahami dengan bahasa Indonesia sekarang yang artinya “apa nama itu“ dan “sudah makan“? Tercatat masih ratusan ribu lagi kata atau kalimat Melayu yang telah menjadi bahasa Indonesia yang kita gunakan sehari-hari. Dengan kata lain, tidak salah jika dikatakan bahwa bahasa Indonesia merupakan bagian dari bahasa Melayu, mempertahankan bahasa Indonesia berarti juga mempertahankan keberadaan bahasa Melayu, dan dikarenakan Melayu identik dengan Islam maka mempertahankan bahasa Melayu dan juga mempertahankan bahasa Indonesia adalah sebuah bentuk jihad.
Apa alasan jihad itu? James T Collins penulis buku Malay, World Languange: a short history yang telah diterjemahkan dan diterbitkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Bahasa Melayu Bahasa Dunia: Sejarah Singkat menyatakan bahwa bahasa Melayu berkembang dari tempat asalnya pada masa prasejarah di Kalimantan Barat hingga menyebar dengan cepat ke Sumatra, Semenanjung Malaya, Jawa bagian utara, Kalimantan bagian utara dan timur, Filipina Barat, serta Indonesia bagian timur. Melayu yang identik dengan Islam terlihat dari batu nisan orang Islam yang ditulis pada 1380 ditemukan di dekat Minye Tujoh (Sumatra Utara).
Bahasa Melayu dalam tulisan dengan bentuk tulisan Arab Melayu atau Jawi juga menjadi bahasa surat-menyurat oleh kesultanan-kesultanan dan kerajaan di nusantara, dari Aceh, Jawa, sampai Ternate. Juga dalam peperangan melawan Portugis dan Belanda, kesultanan-kesultanan dan kelompok-kelompok pejuang Islam yang bersekutu melawan penjajahan kaum kafir menggunakan bahasa Melayu sebagai alat mereka berkomunikasi, baik dalam bertutur, melakukan surat-menyurat, maupun membuat hikayat dan syair-syair pengobar semangat perang melawan penjahah, sehingga bahasa Melayu identik sebagai bahasa umat Islam nusantara.
Seperti penjelasan James T Collins di bukunya tersebut bahwa ada sebuah hikayat, yaitu Hikayat Tanah Hitu, yang ditulis dalam tulisan Arab Melayu ditulis oleh Imam Rijali, pemuka agama dari pelabuhan Islam di Hitu, di Pulau Ambon. Hikayat ini merupakan sejarah atas kisah nyata Imam Rijali yang mencari bantuan untuk orang-orang Muslim di Ambon yang berperang melawan Belanda.
Selain itu, ada pula seorang penulis Melayu dari Sultan Makassar, Encik Amin, yang menulis syair sejarah bersajak (aaaa), Sya`ir Perang Mengkasar, yang menceritakan perang Makassar melawan Belanda dan sekutunya secara mendetail. Banyak yang menuliskan bahwa syair ini sangat dipengaruhi oleh syair percobaan Hamzah Fansuri pada abad ke-16. Juga begitu kuat pengaruh dan kejayaan bahasa Melayu di nusantara yang identik sebagai bahasa kaum Muslimin pada masa penjajahan Belanda membuat penjajah harus ikut serta menyediakan naskah-naskah dalam bahasa Melayu untuk orang Kristen, khususnya di Ambon. Ini dikarenakan dalam pertemuan antara orang Belanda dan penduduk asli Ambon yang beragama Kristen, orang-orang Belanda tersebut mendengar pengaduan penduduk bahwa tetangga mereka yang Muslim mengejek mereka yang memeluk Kristen karena tidak memiliki buku berbahasa Melayu.
Islam yang memiliki sejumlah naskah ini adalah keinginan kaum muslim di Ambon. Maka, orang-orang Kristen di Ambon ini mengatakan kepada orang-orang Belanda, “Apakah Kristen tidak mempunyai naskah dalam Bahasa Melayu?“ Setelah diusahakan beberapa kali, Belanda mulai menyediakan naskah dalam bahasa Melayu untuk orang Kristen di Ambon. Ini baru tiga contoh, masih banyak lagi contoh-contoh yang lain.
Lalu, kini muncul gagasan yang sudah mulai diterapkan di beberapa sekolah dengan status rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), khususnya di Ibu Kota, yaitu menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran, bukan lagi bahasa Indonesia. Padahal, dari hasil penelitian, penerapan itu tidak berdampak pada kualitas murid. Jika penggunaan bahasa Inggris dimaksudkan untuk membawa anak didik agar dapat bertutur dengan bahasa Inggris maka tahukah mereka jika Pemerintahan Kerajaan Malaysia sekarang sedang khawatir karena umumnya pelajar mereka di tingkat SLTP kesulitan bertutur dengan bahasa Melayu dan berusaha dengan keras mengembalikan Bahasa Melayu sebagai bahasa tutur mereka jika tidak ingin identitas mereka sebagai sebuah etnis, sebuah bangsa menjadi punah? Tahukah mereka bahwa bahasa Melayu telah mempertahankan kedudukannya sebagai bahasa yang paling berpengaruh di Asia Tenggara dan satu dari lima bahasa dunia yang mempunyai jumlah penutur terbesar. Bahasa Melayu merupakan bahasa nasional satu-satunya dari empat negara: Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Lebih dari sejuta penutur bahasa Melayu bermukim di Thailand, sementara minoritas lebih kecil bermukim di Birma, Sri Langka, Australia, dan Belanda. Bahasa Melayu juga tetap menjadi bahasa penunjang dalam pendidikan Islam di Kamboja dan Vietnam, sebagian bahasa penghubung di ujung barat Papua Nugini, serta menjadi lambang tradisi komunitas Melayu di masyarakat Afrika Selatan.
Bahasa Melayu dipelajari di universitas di delapan negara Eropa dan dua negara di Amerika Utara, Beijing, Bangkok, Kazakstan, Osaka, Auckland, Pusan, Tasmania, dan Cebu City. Sedangkan, komunitas sarjana internasional yang mengkhususkan diri pada bahasa Melayu, antara lain, penduduk di Italia, Tanzania, Estonia, Israel, India, Republik Ceko, Swiss, Belanda, Rusia, Irlandia, Jerman, Taiwan, Finlandia, Thailand, Prancis, dan juga ratusan sarjana Asia Tenggara yang mewakili 200 juta penutur bahasa Melayu di daerah mereka. Apalagi, jika membaca sejarah di atas, sekali lagi berbahasa Indonesia atau Melayu adalah sebuah jihad sebagai wujud cinta Tanah Air dan bangsa ini yang identik dengan Melayu dan Melayu identik dengan Islam.

Oleh Rakhmad Zailani Kiki
Koordinator Pengkajian JIC





Baca Selanjutnyya >>

Koleksi Foto Kota Ambon Tempo Doeloe (Bagian II)

Tampayang !!!

Dear Basudara,,,, pada kesempatan ini akan saya share kembali koleksi foto-foto Kota Ambon tempo doeloe yang kedua kalinya. Masih banyak lagi koleksi fotonya jadi akan ada bagian lanjutannya. Semoga foto-foto ini bisa mengobati rindu atas tanah Maluku yang Manise dan membuat basudarara semua semakin cinta dan sayang akan tanah Maluku.


Alun-alun atau Lapangan Utama Kota Ambon tahun 1924, kini disebut Lapangan Merdeka


Banjir hancurkan Passo, 1915

Gempa Bumi di Ambon tahun 1898, pandangan jalan paradise


Batu Gantung 1919, suasana mama-mama bacuci dan mandi di kali


Jalan Raya Kawasan Benteng Tahun 1900


Jalan di Batugajah Ambon, 1928


Jalan Mardika tahun 1925


Jalan Pasar Ambon tahun 1900

Jalan Raya Passo, dengan Jembatan pake rumah + pohon sagu kiri kanan


Jalan Utama Negeri Naku tahun 1920


Ini salah satu jembatan di Ambon (Waitomu atau Wairuhu-Galala) tahun 1900


Jembatan Hatukau (Batumerah) Tahun 1930



Untuk sementara ini saja dulu ya,,, kalo masih ingin lihat foto sebelumnya (Bagian I) yg sudah pernah di share boleh KLIK DISINI ,,, 

Trima kasih Basudara,,,, Indahnya berbagi








Baca Selanjutnyya >>

Senin, 06 Agustus 2012

Dr. Johannes Leimena : Negarawan Sejati dari Ambon






Dr.Johannes Leimena atau biasa disapa "Om Jo" merupakan tokoh politik yang paling sering menjabat menteri di kabinet Indonesia dan satu-satunya Menteri Indonesia yang menjabat sebagai Menteri selama 21 tahun berturut-turut tanpa terputus. 

J.Leimena dilahirkan di Ambon pada tanggal 6 Maret 1905 dan menjalani masa-masa kecilnya di kota Ambon.  Pada tahun 1914 Leimena kecil hijrah ke Jakarta yang waktu itu masih bernama Batavia. Di Batavia  ia meneruskan studinya di ELS (Europeesch Lagere School), namun hanya untuk beberapa bulan, kemudian ia pindah ke sekolah menengah Paul Krugerschool (kini PSKD Kwitang). Menyelesaikan sekolahnya di Paul Krugerschool, ia melanjutkan pendidikan ke MULO Kristen dan kemudian melanjutkan pendidikan kedokterannya di STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen), Surabaya - yang merupakan cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia kini.

Keprihatinan Dr. J. Leimena atas  kurangnya  kepedulian  sosial  umat Kristen terhadap nasib bangsa merupakan hal utama yang mendorong niatnya untuk aktif pada "Gerakan Oikumene". Pada tahun 1926, Leimena ditugaskan untuk mempersiapkan Konferensi Pemuda Kristen di  Bandung. Konferensi ini adalah perwujudan pertama Organisasi Oikumene di kalangan pemuda Kristen. Dengan keaktifannya di Jong Ambon, ia ikut mempersiapkan Kongres Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928 yang menghasilkan SUMPAH PEMUDA. Perhatian Leimena pada pergerakan nasional kebangsaan semakin berkembang sejak saat itu.

Setelah menempuh pendidikan kedokterannya di STOVIA Surabaya tahun 1930, Leimena  melanjutkan pendidikan di Geneeskunde Hogeschool (GHS - Sekolah Tinggi Kedokteran) di Jakarta yang diselesaikannya pada tahun 1939.

Pada tahun 1930, Leimena mulai bekerja sebagai dokter. Pertama kali diangkat sebagai dokter pemerintah di "CBZ Batavia" yang kini Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Di RSCM ia tidak lama bertugas dimana ia dipindahtugaskan ke Karesidenan Kedu pada saat Gunung Merapi  meletus. Pada tahun 1931 Leimena dipindahkan ke Rumah Sakit Zending Immanuel Bandung yang dijalaninya sampai tahun 1941.

Selain sebagai seorang dokter, Leimena selalu mengikuti perkembangan CSV yang didirikannya saat ia duduk di tahun ke 4 di bangku kuliah. CSV merupakan cikal bakal berdirinya GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) tahun 1950.

Pada tahun 1945, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) terbentuk dan pada tahun 1950 ia terpilih sebagai ketua umum dan memegang jabatan ini hingga tahun 1957. Selain di Parkindo, Leimena juga berperan dalam pembentukan DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia, kini PGI), juga pada tahun 1950. Di lembaga ini Leimena terpilih sebagai wakil ketua yang membidangi komisi gereja dan negara.

Ketika Orde Baru berkuasa, Leimena mengundurkan diri dari tugasnya sebagai menteri, namun ia masih dipercaya Presiden Soeharto sebagai anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung) hingga tahun 1973. Usai aktif di DPA, ia kembali melibatkan diri di lembaga-lembaga Kristen yang pernah ikut dibesarkannya seperti Parkindo, DGI, UKI, STT dan lain-lain. Ketika Parkindo berfusi dalam PDI (Partai Demokrasi Indonesia, kini PDI-P), Leimena diangkat menjadi anggota DEPERPU (Dewan Pertimbangan Pusat) PDI dan pernah pula menjabat Direktur Rumah Sakit DGI Cikini.

Leimena tercatat masuk dalam 18 kabinet yang berbeda, sejak Kabinet Sjahrir II pada tahun 1946 sampai Kabinet Dwikora II pada tahun 1966, baik sebagai Menteri Kesehatan, Wakil Perdana Menteri maupun Wakil Menteri Pertama. Selain itu Leimena juga menyandang pangkat militer yakni Laksamana Madya Tituler di TNI Angkatan Laut.

Jabatan yang pernah diemban seorang Dr.J.Leimena adalah :
  1. Menteri Muda Kesehatan pada Kabinet Sjahrir II ( 12 Maret 1946 - 2 Oktober 1946)
  2. Wakil  Menteri Kesehatan pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947)
  3. Menteri  Kesehatan pada Kabinet Amir Sjarifuddin I (3 Juli 1947 - 11 November 1947)
  4. Menteri  Kesehatan pada Kabinet Amir Sjarifuddin II (11 November 1947-2 Januari 1948)
  5. Menteri  Kesehatan pada Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 - 4 Agustus 1949)
  6. Menteri Negara pada Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949 - 20 Desember 1949)
  7. Menteri Kesehatan pada Kabinet Republik Indonesia Serikat/RIS (20 Des 1949 - 6 Sept 1950)
  8. Menteri Kesehatan pada Kabinet Natsir (6 September 1950 - 20 Maret 1951)
  9. Menteri Kesehatan pada Kabinet Sukiman-Suwirjo (27 April 1951 - 3 April 1952)
  10. Menteri Kesehatan pada Kabinet Wilopo (3 April 1952 - 30 Juli 1953)
  11. Menteri Kesehatan pada Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 - 24 Maret 1956)
  12. Menteri Sosial pada Kabinet Djuanda (9 April 1957 - 10 Juli 1959)
  13. Menteri Distribusi pada Kabinet Kerja I (10 Juli 1959 - 18 Februari 1960)
  14. Wakil Menteri Utama merangkap Menteri Distribusi pada Kabinet Kerja II (18 Februari 1960 - 6 Maret 1962)
  15. Wakil Menteri Pertama I pada Kabinet Kerja III (6 Maret 1962 - 13 Desember 1963)
  16. Wakil Perdana Menteri II pada Kabinet Kerja IV (13 November 1963 - 27 Agustus 1964)
  17. Menteri Koordinator pada Kabinet Dwikora I (27 Agustus 1964 - 22 Februari 1966)
  18. Wakil Perdana Menteri II merangkap Menteri Koordinator, dan Menteri Perguruan Tinggi & Ilmu Pengetahuan pada Kabinet Dwikora II (24 Februari 1966 - 28 Maret 1966)
  19. Wakil Perdana Menteri untuk urusan Umum pada Kabinet Dwikora III (27 Maret 1966 - 25 Juli 1966)



Pada tanggal 29 Maret 1977, Dr.J. Leimena meninggal dunia di Jakarta dan sebagai penghargaan kepada jasa-jasanya, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No 52 TK/2010 pada tahun 2010 memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Dr. J.Leimena.

Monumen Pahlawan Nasional (Dr. J. Leimena)


Pada tanggal 9 Juni 2012 Presiden Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan patung dan rumah pahlawan nasional Johanis Leimena di Ambon. Peresmian patung dan rumah pahlawan nasional itu semula dijadwalkan pada Jumat (8/6/2012) sebelum acara Pembukaan MTQ Nasional ke XXIV di Kota Ambon, namun karena kedatangan Presiden Yudhoyono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono terlambat akibat cuaca buruk, maka pelaksanaan peresmian pada Sabtu pagi (9/6/2012). Patung atau Monumen Pahlawan Nasional ini dibangun di pertigaan kawasan Poka, Kecamatan Teluk Dalam, sedangkan rumah di desa kelahirannya yakni Ema, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon.


Baca Selanjutnyya >>

Subhanallah : Khitan Pencegah Penyebaran HIV/AIDS

Tampayang !!!





Khitan yang sempat dipermasalahkan di berbagai negara Eropa dan AS,karena dianggap sebagai perbuatan yang sengaja menyakiti laki balita itu sekarang justeru digemari oleh masyarakat internasional,terutama di AS dan Eropa.Padahal sebelumnya Khitan dilarang ,sebagaimana hasil keputusan pengadilan Koln,Jerman beberapa waktu lalu.Namun kemudian Parlemen Jerman membatalkannya,menyusul aksi protes yang dilancarkan oleh umat Islam dan Yahudi Eropa.
Sebagaimana diketahui,bahwa khitan atau sunat itu merupakan bagian dari ajaran Islam dan juga ajaran Agama Yahudi,yang sudah diamalkan sejak kedua agama samawi itu ditunrunkan oleh Allah SWT.Bagi Yahudi khitan itu dilaksanakan terhadap bayi laki-laki saat berusi sekitar 7 sampai 8 hari mirip aqikah pada agama Islam.Sementara khitan bagi umat Islam itu juga dilaksanakan terhadap anak-laki-laki balita,dan ada juga hal serupa dilaksanakan terhadap anak-nanak perempuan.
Mulanya bangsa Eropa dan AS yang non Muslim dan non Yahudi,khitan itu dianggap kurang baik bagi kesehatan .Tetapi sekarang setelah mengadakan penelitian ,baru menyadari bahwa khitan atau sunat teresebut justeru diperintahkan oleh Allah terkait soal kesehatan sekssualitas manusia.Dalam konteks inilah kemudian salah seorang Epidemiolog AS ,Dr.Daniel Helperin mengemukan pendapatnya dalam sebuah bukunya”Tinderbox;How The West Sparked The Aids Epidemic and How The World Can Finally Overcome It”tersebut.
Dalam buku baru yang ditulis bersama Craig Timberg,mantan redaktur Harian terkemuka AS Washington Post.Ia mengemukan pandangannya dalam buku tersebut,bahwa masih ada cara-cara yang murah dan tradisional untuk mengurangi penularan baru HIV,virus penyebab AIDS yang sangat menakutkan itu. Salah satuya adalah khitan atau sunat bagi laki-laki yang terbukti mampu mengurangi bagi penularan baru HIV,  sebagai indikasinya bahwa didaerah-daerah secara umum terdapat tradisi khitan mampu menekan tingkat penularannya rendah.
Keduanya menjelaskan mengapa penularan HIV /AIDS sangat rendah di daerah-daerah yang laki-lakinya di khitan,dan sebaliknya justeru HIV/AIDS berkembang pesat di daerah-daerah yang laki-lakinya tidak  di sunat atau dikhitan seperti di negara-negara  Rwanda,Uganda dan Kenya dekat Danau Victoria. Dan virus HIV itu tidak datang dari Nigeria,Afrika Barat,tetapi justeru datangnya Sudan dan Lembah Sungai NIl karena disana jutaan laki-laki tidak di khitan.
Karenanya sekarang khitan itu sudah dianggap perlu oleh masyarakat modern di Eripa dan AS,yang sebelumnya menganggapnya sebagai tradisi Muslim dan Yahudi saja yang tidak sesuai dengan peradaban mereka.Namun setelah menyadarinya,barulah mereka minta dikhitan atau disunat meskipun usianya sudah dewasa. Allah SWT menurunkan ajarah-ajaran-Nya kepada manusia sesuai dengan fitrahnya,karenanya semua ajaran tersebut perlu dipatuhi ,ditaati dan dijalankannya secara kongkrit dalam berbagai aspek sosial kehidupan berbangsa dan bernegara. Subhanallah,,,,,






Baca Selanjutnyya >>